BIADAB
Rahmi Namirotulmina
“Siapa orang yang paling biadab di muka bumi ini? Dia adalah mereka
yang tidak membalas chat” Katanya
sambil mengupas bawang. Sementara bawang itu sendiri meruapkan aroma kepedihan.
“Semua orang yang tidak membalas
chat?” Tanyaku dengan nada tolol.
“ Tentu saja!” Katanya, sambil
mengayunkan pisau. Sekelebat bawang terbelah dua. Satu bagian menggelinding
kelantai dan bagian yang lain lumat diremasnya. Akibatnya aroma kepedihan makin
kuat menusuk hidung dan mata.
“Tapi tidak semua orang yang
tidak membalas chat ingin kukuliti
kulit kepalanya” Suaranya mendatar
“Aku hanya ingin menguliti
kulit kepala mereka yang sudah tahu bahwa chat
itu ditulis dengan cinta, ditunggu balasannya dengan rindu.” Matanya berkaca
kaca
Dia benar. Di dunia ini ada
orang orang yang menulis chatnya
sepenuh hati . Menanyakan kabar dengan
sepenuh hati. Mengabarkan kabar pun dengan sepenuh hati. Menanyakan rindu
dengan sepenuh hati. Menyatakan rindu dengan sepenuh hati dan menunggu balasan chatnya dengan sepenuh hati . Naasnya chat chat mereka dibiarkan dalam centang
biru.
“Sudah berapa chat yang kau kirimkan?” tanyaku
“Sudah tak terhitung dengan
angka. Tak berjumlah dengan bilangan. Aku mengetik namanya puluhan kali.
Menanyakan kabarnya ratusan kali. Mengatakan aku sangat mencintainya ribuan
kali. Memberitahunya bahwa aku rindu trilyunan kali. Dan memohon padanya untuk membalas
chatku kuadriliun kali. Kamu bisa
melihat dari darah yang mengering di hatiku.” ada yang menetes di sudut matanya
“Aku membuka whatsaapnya. Melihat tulisan online di layarnya. Chatku satu persatu bercentang biru. Dia terus saja online untuk waktu yang lama. Aku
menunggu dengan perasaan berbunga bunga. Tahukah kamu? Bahkan mataku tak
berkedip dari layar handphone,sebab
aku ingin menikmati perasaan bahagia ketika ada tulisan ‘mengetik’ dilayar whattsapnya. Aku tak berkedip dari layar
handphone sebab aku hawatir terlambat
membaca balasan chatnya.” Dia meremas
lagi bawang ditangannya.
“Lima belas menit, setengah jam,
satu jam, sekian lama. Sampai dia Oflain.
Chatku tetap bercentang biru. Adakah
dia membalas chatku? Tidak! Begitu
terus. Berulang ulang. Aku menulis chat.
Dia Onlain. Membaca chatku. Lalu hilang. Aku kembali menulis
chat. Dia kembali onlain. Kembali membaca chatku. Lalu hilang.Sampai matahari
tenggelam.Sampai matahari terbit lagi, lalu matahari tenggelam lagi dan terbit
lagi.. Satu purnama, dua purnama. Entahlah...” Tetesan air disudut matanya
mulai deras.
“Sekarang, bila aku melihatnya online, perasaaanku berubah menjadi
luka” Sekarang ia benar benar menangis. Tangisannya membuatkumenjadi sendu.
“Menurutku dia sibuk dengan
istrinya? Dengan hobbinya? Dengan pekerjaannya? Dengan hidupnya. Jadi dia tidak
membalas chatmu.” Aku hanya berusaha bicara netral.
“Whaatsaap menyediakan fitur emoticon
untuk orang orang yang sibuk dan kehabisan kata kata. Dia bisa memencetnya
barang satu emoticon saja. Itu sudah lumayan. Hanya saja whattsap memang tidak punya fitur untuk orang orang yang hatinya
membatu.” katanya.
“Itu dia. Hatinya membatu sebab
dia tidak mencintaimu. Itu membuatnya tak peduli padamu. Pada rindumu. Pada air
matamu. Pada lukamu.!” Meskipun tak sampai hati, tapi aku mengatakannya.
“Hanya karena dia tidak
mencintaiku. Lalu dia boleh memperlakukanku seperti anjing liar. Berkeliaran di
kakinya namun tak digubrisnya .Biadab!” Pisaunya berkilatan. Demikian pula dengan sorot matanya.
Berkilatan.
“Aku benar benar ingin
menguliti kulit kepalanya. Seperti menguliti kulit bawang ini. Meskipun terasa
pedih dimata. Tapi kulitnya bisa kukupas satu persatu . Itu cukup menghibur.” Caranya memegang pisau membuatku
merinding
“Itulah sebabnya kamu tidak
pernah lambat membalas chatku?”
Tanyaku cukup hati hati.
“Iya sebab aku tahu kamu
mencintaiku. Chat chat yang kamu
kirimkan adalah chat chat cinta yang
tidak seharusnya diperlakukan bagai sarang laba- laba. Bila aku tidak bisa
mencintaimu. paling tidak aku tidakmenyakitimu” Dia
tersenyum
Ah senyuman itu.. Senyuman dalam
getir, senyuman dalam luka dan sengsara tetap saja indah dan menggoda. Itulah
sebabnya aku jatuh cinta. Kurasa laki laki yang tidak membalas chatnya itu hanya tidak pernah melihat
senyumannya dalam jarak dekat. Bila ia sempat menatap senyumnya, laki laki
itupun pasti jatuh cinta.
Cinta itu sendiri adalah perasaan
carut marut tak karuan. Di antara kami cinta telah membuat jalin jejalin yang
sangat rumit diurai. Aku mencintainya. Dia mencintai laki laki itu. Laki laki itu mencintai istrinya. Istri
laki laki itu mencintaiku. Sementara istriku? Entah mencintai siapa?
Lalu
suaminya? Sudah kukatakan tadi, lelaki manapun yang melihat senyumnya dalam
jarak dekat, tidak punya pilihan lain selain jatuh cinta padanya. Jadi tentu
saja suami perempuan yag kucintai ini sangat mencintai perempuan yang kucintai
ini. Rumit sekali!
“Aku pulang dulu ya, sekalian
jemput istriku” Dia tersenyum. Begitu mempesona
“Nanti malam aku chat
ya..jangan slow respon.aku gak suka.” Kataku.
Dia kembali tersenyum.. lebih mempesona.
Sepeninggalanku dari rumahnya,
aku setuju bahwa laki laki yang tidak membalas chatnya itu memang biadab dan sepeninggalanku dari rumahnya, aku
yakin dia mengupas banyak bawang sambil merencanakan sesuatu.
Kuaro,
April 2017
Curahan hati nih, bagus. Untuk dipelajari bagi kaum adam
ReplyDelete