Beberapa hari ini, nyaris setiap hari, tersiar kabar tabrakan. Di antara korban, ada yang saudara dekat saya, ada yang saudara jauh. Saya sedih sekali. Mengapa nyawa begitu mudah hilang di atas aspal. Inikah salah kami atau inikah salah dishub, polisi, dan DPU?
Setiap perjalanan mempunyai resiko. Maka, untuk mengurangi resiko celaka, kita harus mempertimbangkan segala sesuatunya sebelum berangkat, seperti memilih angkutannya (angkutan umum atau naik mobil atau helikopter), mempertimbangkan kesehatan tubuh dan peringkat keterdesakan acara (penting dan mendesak atau penting tapi tidak mendesak atau tidak penting dan tidak mendesak?), juga pertimbangan lainnya, termasuk pertimbangan hari dan nahas, misalnya.
Ketika kamu sudah konsentrasi dan juga taat terhadap tatib lalu lintas, kemungkinan celaka masih ada: yaitu dari orang lain yang tidak tertib dan sembarangan. Sebab itu, berlaku benar dan berkonsentrasi belumlah cukup syarat, tapi harus ada syarat tambahan satu lagi: berhati-hati.
Aslinya, kecelakaan lalin itu bermula dari banyak faktor. Jadi, yang dimaksud dengan kecelakaan tunggal itu sebetulnya tidak ada. Pasti ada pihak lain, unsur lain, langsung ataupun tak langsung, yang ikut menjadi sebab terjadinya kecelakaan.
Jika kamu sering melanggar dan terbukti kamu masih tembem dan imut sampai sekarang, itu pertanda kamu beruntung, bukan karena kamu ahli. Soalnya, kamu tidak tahu, berapa banyak orang yang misuh-misuh dan maki-maki sebab kelakuanmu itu, betapa banyak orang yang jadi korbanmu. Sementara itu, sebaliknya, jika kamu sudah berjalan klunak-klunuk, sangat taat, hati-hati pula, tapi kok ternyata masih celaka juga, itu bukan urusanmu karena urusanmu hanya ikhtiar, berusaha. Jelas beda urusan jika kamunya yang memang tidak berusaha untuk selamat dan menjamin keselamatan orang lain di jalan raya.
Sesungguhnya, andai manusia itu mau untuk saling mengalah di jalan raya, mereka tidak akan membutuhkan lampu pengatur lalu lintas
Setan tak perlu berzina untuk membuat sepasang pacar berzina. Mereka hanya menggiring keduanya ke tempat sepi, lalu mempertemukannya. Di jalan, setan melakukan tarik-ulur kecepatan. Kamu mau nyalip, ia makin cepat, begitu kamu buntuti, ia sering ngerem mendadak. Akibatnya, ketika kamu sudah bersyahwat, kamu nekat harus menyalip. Karena dikuasai syahwat, kecanggihan nalarmu jeblok, seolah sengaja kamu pasrahkan otakmu pada rem dan airbag. Setan ngerem mendadak, kamu buang kanan, tapi apa lacur, datang mobil dari arah depan dan ‘derrr!’, terjadi tabrakan: itulah perzinahan antar-kendaraan di jalan. Kamu dan lawan saling berantem. Setannya menghilang tak ambil urusan.
Nyerobot itu dapat membuat kita cepat sampai: kadang ke tempat tujuan, kadang ke sisi-Nya
M. FAIZI, budayawan madura dan pengamat busmania
Comments
Post a Comment