PENYAIR DAN AYAM BETINA
Seekor ayam betina
Duduk berhari mengerami telurnya
Menghangati dunia-dunia kecil
Mengembangkan hidup
Dalam diam
Tanpa bahasa
Seorang penyair
Menetasi sunyi dalam ramai
Atau di dalam kamar
Merenungi telur ayam
Melahirkan dunia kecil
Kata-kata
Ayam betina memberikan dunia
Penyair memberikannya pena
Telur menjadi bahasa
Kata jadi tanda:
Dunia terkembang
Ayam betinanya hilang
Penyair
dikenang?
Bengkulu, 21 Maret 2017
(KARYA BAMBANG IRAWAN)
Jika manusia diumpamakan hewan, tak sedikit ada yang tersinggung. Karena meskipun sama-sama makhluk ciptaan Tuhan, manusia tak dapat disamakan dengan hewan, meski ada manusia yang perangainya melebihi hewan.
Manusia adalah manusia, hewan tetaplah hewan. Namun dalam sastra kemungkinan 'penyamaan' itu tetaplah sah.
Dalam sajak bertajuk, "Penyair dan Ayam Betina", Bambang Irawan mengonotasikan ayam dan penyair. Sama-sama merenung dan sama-sama melahirkan karya.
Apabila seekor ayam betina rela berhari-hari merenung diri dalam kandangnya sembari mengerami telurnya, penyair rela menghadapi sehelai kertas dan pena untuk melahirkan ide dan gagasan membuat satu puisi.
Siapapun, menulis itu gampang dilakukan. Tapi yang tidak mudah dilakukan adalah menulis dan menghadirkan sebentuk puisi bernilai estetik.
Puisi yang mengandung enjamben utuh, akan melahirkan larik-larik puitika berisi tuntutan utuh tentang metapora.
Lihat perumpamaan puisi ini yang memuat perumpamaan antara manusia dan hewan. Sederhana namun penggunaan kata yang simpel dan tidak mbulet (sulit diresensi) itu mampu melahirkan image dan pikiran utuh tentang karya.
Ayam melahirkan generasi baru berupa dunia kecil. Sementara manusia (penyair) melahirkan dunia kecil dalam perspektif pengalaman batinnya (puisi).
Carllos Eithwinsey dalam desertasinya Memburu Image Manusia (Human, edisi ke-XIII tahun 1953) menyatakan, untuk melahirkan gagasan baru jang brilliant, manusia kadang berhari-hari berteman dengan kesunjian. Meski tidak semua manusia akrab dengan suasana sunji namun sikap hidup seperti ini merupakan reaksi dari sikap intelekrual manusia..
Dalam karyanya ini, penyair menulis perumpamaan yang begitu tegas antara ayam dan penyair.. Seekor ayam betina/ Duduk berhari mengeram telurnya/ Menghangati dunia-dunia.kecil/ Mengembangkan hidup dalam diam/ tanpa bahasa..
Seekor ayam betina, ketika mengerami telur-telurnya, membutuhkan ketenangan sehingga mampu meenetaskan sejumlah anaknya.
Ini filosofi hidup tentang perjuangan untuk mencapai keberhasilan.
Sedangkan dalam perjuangan lainnya, penyair pun menulis pada bait kedua....
Seorang penyair/ Menetasi sunyi dalam ramai/ Atau di dalam kamar/ Merenungi telur ayam/ Melahirkan dunia.kecil kata-kata...
Begitu pandainya penyair membolak-balik persoalan di antara dua ide kisahan tersebut.
Manusia 'bisa' menjadi hewan dalam sikap dan perilakunya. Bahkan ketika manusia berada dalam ketidakstabilan, emosinya melebihi akal sehatnya, sehingga bisa lebih brutal memperlakukan kehidupan ini.
Memang bijak pandangan penyair ketika menatap perbedaan yang disamakan antara ayam dan penyair.
Dalam bait III, penyair begitu arif menjelaskan hasil perbedaan yang melahirkan sebuah nilai...Ayam betina membuka dunia/ Penyair memberikan pena/ Kata jadi tanda: / Dunia terkembang/ Ayam betina hilang/ Penyair dikenang?
Isi puisi yang mengajarkan kita tentang nilai kehidupan ini sangat bijak untuk memandang perbedaan menjadi sama dalam nilai rasa. Itulah dikatakan, dalam sastra tak ada senior atau junior. Ketika dalam gagasan karyanya terdapat nilai-nilai yang memuat perspektif akal budi, siapapun harus menerima itu. (Salam literasi)
ANTO NARASOMA, PENYAIR TINGGAL DI PALEMBANG
(ILUSTRASI YOUTUBE / YUK KE BAGIAN BAWAH BLOG DAN KLIK IKLANNYA UNTUK INFORMASI BERHARGA DAN MENCERAHKAN)
Comments
Post a Comment