Gerakan literasi semakin semarak dilakukan. Di banyak tempat orang atau kelompok orang melakukan selfi dengan latar buku, taman bacaan masyarakat tumbuh, upacara dan seminar literasi dilaksanakan, dan sebagainya. Fenomena perkembangan gerakan literasi ini serupa semangat dan kegembiraan orang yang sedang dalam puncak gairah bersyariat agama. Tahapan gerakan literasi tersebut hendaknya dapat berujung pada puncak semangat literasi yakni kemampuan untuk bersikap kritis dan menyelesaikan masalah hidup diri sendiri dan orang lain di sekitarnya. Sudah bukan lagi euforia literasi tapi orang sudah berada di ruang sunyi mau membaca, menulis untuk keperluan mencerdaskan diri dan orang lain.
Demikian disampaikan pengamat literasi dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Borneo Tarakan, yakni Dr. Dwi Cahyono Aji. Dalam diskusi dan malam baca puisi yang diselenggarakan forum taman bacaan masyarakat kalimantan utara bekerjasama dengan Hiski kalimantan utara didukung baloy aksara kalimantan utara, tbm kampung pukat, komunitas jendela nusantara, opob, lisan,literasi jalanan, dan sebagainya.
Perkembangan literasi perbatasan harus mengarahkan masyarakat untuk mampu bersikap kritis dan bisa membedakan mana berita bohong di media sosial. "Sekarang ini ada ironi, makin banyak orang bersekolah tapi belum mampu memilah mana hoax dan bukan. Malah terjebak ikut menyebarkannya, " ujar Dwi Cahyono Aji.
Selain Dwi Cahyono Aji, tampil juga memberi pemaparan Prof. Dr. Djoko Saryono staf ahli menteri pendidikan dan kebudayaan sekaligus pembina literasi nasional dan guru besar universitas negeri malang. Juga tampil Muhammad Thobroni pembina literasi perbatasan di lalimantan Utara dan Urotul Aliyah, pendiri Baloy Aksoro Kalimantan Utara. Diskusi dan malam baca puisi sendiri dilaksanakan di kafe alegori tarakan, Jumat 22 Februari 2019. Pada acara itu juga diluncurkan buku puisi anak Ulang tahunku karya siswa sd muhammafiyah 2 tarakan, Azumi Safina Najahi.
Comments
Post a Comment