OLEH MUHAMMAD THOBRONI - SASTRAWAN KALIMANTAN UTARA
SEI KAYAN| PROSES KREATIF MENULIS SAYA (2)
Sejak melakukan lompatan hidup, saya mulai terbiasa menikmati gelombang, surut dan pasang, serta kesunyian di muara. Saya akhirnya mendapatkan kesadaran baru, bahwa kebahagian hidup rupanya berserak di antara ranting kering dan dahan yang timbul tenggelam di permukaan air. telah terlalu lama saya menghabiskan usia di tengah kemacetan jalan dan juga berlarian terburu-buru memburu senja. tapi, sependek itu, belum tampak tanda-tanda karya yang mampu mengabadikan jejak perjalanan.
Di ujung kampung bernama Indonesia inilah saya benar-benar menemukan pengetahuan dan pengalaman baru: sesuatu yang sebelum-sebelumnya hanya dapat saya baca di buku pelajaran atau wajah kalender yang berganti tiap tahun.
Daun-daun segar kekuningan, batang-batang pohon tinggi menjulang dengan daun-daun meranggas, buaya-buaya berjemur, kehidupan sunyi di tengah rimba, mengingatkan saya pada film anaconda yang sering saya tonton tanpa sengaja, dan masih sering mendebarkan, seakan saya ada di dalamnya. Berkesempatan naik pesawat berpenumpang empat orang, kadang berdua dengan pilot, sering memperhatikan apa yang diperbuatnya selama penerbangan, sering mengingatkan saya pada film2 rambo atau film lain ala hollywood.
Melanjutkan perjalanan di bagian utara kalimantan ini seperti membaca dan memahami sisi lain sejarah kampung bernama Indonesia. Sejarah kampung yang nampak lebih ramah berwajah negeri jiran yang serumpun. sejarah yang mungkin telah sangat lama dilupakan dan diabaikan. seperti tak sadar bahwa sumber nafas kehidupan kampung bernama Indonesia itu bersumber di sini.
Buku puisi sei kayan ini bukan ditulis dengan tujuan ikut meramaikan gegap gempita kesusastraan yang kerap hingar bingar tak karuan, dan kadang tak jelas benar apa yang diributkan. Sebab puisi-puisi daam buku ini sebentuk catatan jejak perjalanan. Huruf demi huruf. Kata demi kata. Baris demi baris. Bait demi bait. Lebih tepatnya adalah sebuah cara mengabadikan jejak petualangan.
Saya sungguh berterima kasih kepada semua pihak, sebab berkat rahmat Tuhan yang diperantarakan melalui mereka, saya berkesempatan melanjutkan jejak tilas ziarah hidup yang kaya dan mengesankan. hari-hari, minggu-minggu, bulan-bulan dan tahun-tahun yang ajaib. yang rasa-rasanya tak dapat diganti dengan tumpukan harta atau warisan tujuh turunan. bersama buku Sei Kayan ini masih ada buku Sei Bahau, Sei Sembakung dan Sei Sesayap yang segera diterbitkan. Terima kasih pemerintah pusat dan daerah, TNI, Maf PGI, masyarakat adat di kalimantan utara, para motoris ketinting, longboat dan speedboat, para pimpinan kampus dan seluruh kolega, yang memberi kesempatan saya menikmati hari-hari kesunyian menyusuri gelombang dan surut pasang.
Comments
Post a Comment