Ada Afrizal malna
Duduk menunggu lift
Yang turun dari lantai 1
Ke lantai 7 kursyNya, dia
Hanya antri sebab jatah
Ruang lift selalu penuh
Buat mereka yang berdebat
Tentang Tuhan dalam
Tubuh puisi-puisi, sedangkan puisi-puisi
Pilih merdeka terbang dari
Wajah dan tanganNya!
Dari ruang narasumber penyair, Afrizal mencuci otak GenZ dan milenial yang
Tersesat dalam gang-gang sunyi para Mursyid babyboomer:
Dalam orang tak bertuhan dalam orang tak bertuhan
aku berlayar dalam tubuh-tubuh sepi
mengeras dalam hujan-hujan panjang
O, tuhan berlaut dalam keheningan bisu
pada kapal-kapal kaku
bisik-bisik menjauh
Aku sengaja mendahuluinya
Yang tertidur pulas di depan
Pintu lift, terpaksa mengunci dari dalam,
Dan terus berulang menekan angka tujuan,
Dari atas ke bawah, kembali dari bawah ke atas, bahkan
Menembus atap gedung
Megah yang dibangun untuk
Melahirkan imajinasi para penyair itu.
Tapi, Afrizal terus mengejar,
Mendesakku untuk mencari tuhan!
Aku tak tahu Tuhan!
Tuhan ada dalam puisi,
Dalam fiksi, dalam drama!
Dia memberiku sebatang coklat, dan menekanku untuk mengunyahnya! Sedangkan aku setengah sekarat,
Menahan sakit rasa gigi
Dan kutu-kutu yang menggerogoti hati!!
Aku tak mampu melihat tuhan!
Tuhan memberimu coklat, kutu-kutu, kegugupan cinta, dan
Puisi-puisi yang tak pernah pulas!!
Itu gerbong kosong, kereta
Memulai perjalanan malam dan
Kau bakal tiba kemarin lusa!
Aku tak mampu memandangNya!
Tak sanggup mendengarNya!
Aku buta
Aku tuli
Aku mati rasa!
Tuhan bersamamu,
Dalam puisi-puisi,
Tapi aku keluar dari itu semua!
Cikini, Desember 2023
Comments
Post a Comment