Namanya juga santri kemanapun pergi yang dituju masjid... 😅
Kenapa ke Viena - Austria salah satu yg dituju adalah masjid? Karena Austria adalah negara Eropa Barat pertama yg mengakui Islam sebagai agama penduduk dan karenanya mendapatkan pengakuan dalam banyak hal terkait kebijakan pemerintah terhadap muslim Austria. Tidak heran juga Islam mendapatkan rekognisi dari negara, karena Islam merupakan agama terbesar kedua yg dipeluk oleh penduduk Austria. Aroma Muslim di Austria sudah sangat tercium ketika memasuki ibu kota Vienna. Di sana banyak sekali saya menemukan perempuan-perempuan berhijab berseliweran di tempat-tempat umum; kebetulan bertemu dg perempuan berjilbab yg bekerja di UN yg membantu kami unt masuk kantor UN, ada juga perempuan berjilbab di pintu ke luar kereta yg menjadi pengemis, banyak juga bertemu ibu-ibu cantik wajah Timur Tengah di Museum. Dan tentu ketika mengunjungi masjid saya juga bertemu beberapa perempuan ygkebetulan solat berjamaah ashar di masjid yg dibangun tahun 70an dan diresmikan oleh Presiden Austria kala itu.
Memasuki wilayah masjid, tanpa dosa saya dan teman perempuan saya masuk dari pintu depan. Tidak ada gelagat jamaah perempuan, semua laki2. Memasuki masjid para lelaki tersebut tdk melihat kami aneh, malah mereka ramah dan mempersilahkan kami masuk sambil menunjukan tempat solat perempuan. Sampai di lantai 2, ealah baru deh ketemu jamaah ibu2. Dua orang ibu2 berjilbab berwajah khas Turki (kebanyakan muslimAsutria imigran Turki) sedang sibuk membersihkan AC, kemudian saya lihat mereka turun dan sayapun bertanya tempat wudlu dan sekaligus toilet. Mereka menunjukan dan bahkan mengantarkan saya ke tempat tersebut. Melewati tempat laki2, salah satu ibu2 yg mengantarkan saya menutup rapat tirai pemisah laki-laki dan perempuan, padahal mah sudah tertutup rapat menurut saya 😔. Mereka berbicara sambil berbisik, berusaha tidak terdengar dan juga terlihat ke jamaah laki-laki. Lalu sayapun sampai ke tempat wudlu perempuan di luar pojok agak terpisah dari masjid. Kayaknya sih muslim di sini sunni syafii kali yah, soalnya di toiletnya saya temukan banyak tempat air untuk cebok 🙈😅. Dan khas tempat wudlu dan toilet org muslim, tempatnya sangat becek air, dan itu bukan buruk yes ☺️.
Selesai wudlu saya langsung kembali ke tempat solat, di sana jamaah perempuan sudah bertambah, dan sepertinya jamaah yg datang bukan hanya org2 yg biasa jamaah di masjid ini. Karena ketika jamaah solat dimulai salah seorang perempuan berbaris di depan diikuti oleh lainnya. Dan perempuan yg tadi mengantarkan saya ke tempat wudlu yg sepertinya dia adalah pengurus masjid, memberitahukan kalau kita perempuan tdk boleh di sof pertama, karena bisa melihat jamaah laki2 di bawah, kamipun mundur teratur 😆.
Oh iya jamaah solat perempuan di sini tidak memaki mukena seperti kebanyak muslim Indonesia. Mereka memakai baju biasa dan pakai kaos kaki saja. Tapi ada 2 org ibu2 agak gemuk yg memakai celana dan dia membawa semacam mukena bawahan tp sepanjang rok, mungkin hanya unt menutupi celananya saja (sayang tdk kepoto keburu pulang) ☺️. Selesai solat kamipun bergegas pulang, kebetulan sepatu saya dan teman saya ditaruh di tempat sepatu laki2. Dan saya tanpa dosa mengambilnya sementara jamaah laki-laki berbarengam ke luar, tapi mereka sepertinya memaklumi saja tuh ☺️. Kemudian saya membawa sepatu saya dan teman saya ke tempatke luarperempuan. Karena saya tidak tahu, maka saya bertanya kepada perempuan mungil yg kebetulan juga mau ke luar. Dan saya mengikutinya, yaelah ternyata pintu masuk perempuan berbeda, dari samping dan langsung ke belakang masjid 🙈😉. Bersama perempuan 21 tahun asal Afganistan ini saya diantarkan ke stasiun tram, lumayan memudahkan jadi gak nyasar2 seperti yg biasa kami lakukan kalau mengikuti petunjuk google map 😰. Oh iya komunitas Mulim Afganistan juga salah satu yg terbanyak di Austria.
Semoga perempuan Muslim di Austria yg sebagian besar dari negara-negara Islam yg 'kurang ramah perempuan' tidak merasakan diskriminasi ganda; diskriminasi di dalam komunitasnya dan diskriminasi sebagai pendatang 😉.
MAGHFIROH ABDULLAH MALIK, peneliti dan aktivis perempuan
Comments
Post a Comment