Ibu (Nh. Dini)
Istimewa
meski aku tak tumbuh dan membunga dari rahimmu
Terpujilah (Allah)
tamasya sastra
bersamamu, ibu (Nh. Dini)
Ibu istimewa bagiku
meski selamanya aku takkan jadi pewaris biologismu
Ibu spritual bagiku,
'kan kuwarisi
rentetan petuah
hidup adalah untuk mengolah, mengadon dan membentuk hidup
Inilah patah-patah deskripsimu dalam diksi gagapku:
- Memasuki rahasia langit dan samudra
memeluk bulan dan memetik bintang
tetap berpijak
pada bumi
- Tegas, empati, mandiri, sederhana, jujur, tak suka mencela, bebas tapi bermartabat banyak hal terpetik manis
Dimulai dari PDS H.B. Jassin, pulau dewata (Ubud Writes Readers Festival), Jakarta Hotel Alia, Ibis, sate senayan, gondangdia dan masih banyak lagi) hingga ucul-ucul tak ingin melekat padaku
Rimbunan doa-doa,
rasa haru, dan terima kasih sering terucap
hingga terucap fatwamu ibu "Jangan terlalu dikuasai sepai haru, Nanda. Kita manusia
sebaiknya saling mendukung, baik-baik senantiasa terhubung.
Ibu sepucuk surat tulisan tangan darimu dan sebuah telepon genggam baru dibulan September 2018 mengakhiri komunikasi kita di bumi yang kian kehabisan muka ini.
Dalam jalin-jalin jiwaku, Ibu dan aku masih bercakap-cakap di langit subuh, cahaya bulan dan bintang saling berdekat, saling mendekap pada Selasa 4 Desember 2018 waktumu pun genap.
Dalam gelap sedih dan lebat hujan mata aku meraba, namamu berpendar di mana-mana, Amiin.
Ritawati Jassin
Kalipasir, Menteng
21 Desember 2018
Comments
Post a Comment