KRITIK SASTRA BERASISTENSI AI TERHADAP CERITA ANAK "KISAH SI TOKEK DAN SI CICAK" KARYA MUHAMMAD THOBRONI DENGAN PENDEKATAN EKSPRESI SASTRA


 itik Sastra Berasistensi AI terhadap Cerita Anak "Si Tokek dan Si Cicak" Karya Muhammad Thobroni dengan Pendekatan Ekspresi Sastra


Pendekatan ekspresi sastra merupakan metode kritik yang memandang karya sastra sebagai ungkapan perasaan, emosi, dan pikiran pengarang. Teori ini berpijak pada pandangan bahwa karya sastra adalah manifestasi dari kehidupan batin penulis, yang mencerminkan pengalaman emosional dan kepribadian mereka. Menurut Abrams (1953), pendekatan ekspresi berfokus pada hubungan antara karya sastra dan penulisnya, di mana sastra dianggap sebagai "cermin" yang memantulkan pengalaman dan ekspresi pribadi pengarang. Esai ini akan menganalisis cerita anak berjudul *"Si Tokek dan Si Cicak"* karya Muhammad Thobroni melalui pendekatan ekspresi sastra untuk mengeksplorasi makna yang ingin disampaikan oleh penulis.


### Sinopsis Singkat "Si Tokek dan Si Cicak"


Cerita ini mengisahkan dua tokoh utama, yaitu Si Tokek dan Si Cicak, yang memiliki karakteristik dan pandangan hidup berbeda. Si Tokek adalah sosok yang percaya diri dan sering mengeluarkan suara "tokek" dengan lantang untuk menandai keberadaannya. Sebaliknya, Si Cicak adalah hewan yang lebih pendiam dan cenderung bergerak sembunyi-sembunyi di dinding. Konflik muncul ketika Si Cicak merasa iri terhadap perhatian yang diterima Si Tokek dari manusia. Seiring waktu, Si Cicak belajar bahwa setiap makhluk memiliki peran dan keunikan masing-masing yang tidak perlu dibandingkan.


### Ekspresi Pengarang dalam Menggambarkan Karakter


Melalui pendekatan ekspresi sastra, karakter Si Tokek dan Si Cicak dapat dilihat sebagai representasi dari dua kepribadian berbeda dalam masyarakat. René Wellek dan Austin Warren (1956) menyatakan bahwa pendekatan ekspresi sastra memungkinkan kritik untuk menggali "emosi, imajinasi, dan pengalaman batin pengarang yang diproyeksikan melalui karakter dan peristiwa dalam karya sastra." Dengan demikian, Thobroni tampaknya mencerminkan pandangan hidupnya tentang pentingnya menerima diri sendiri dan menghargai peran unik masing-masing individu.


Emosi pengarang tampak jelas dalam penggambaran rasa iri yang dialami oleh Si Cicak. Perasaan tersebut mencerminkan sisi manusiawi dan pengalaman emosional yang dapat dirasakan oleh pembaca, terutama anak-anak. Melalui konflik ini, Thobroni mengajak pembaca untuk memahami bahwa rasa iri adalah perasaan alami, tetapi penting untuk memahami bahwa setiap individu memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Hal ini selaras dengan pandangan Wordsworth (1800) yang menyatakan bahwa "puisi adalah luapan spontan dari perasaan yang kuat," yang berarti karya sastra, termasuk cerita anak, berfungsi sebagai wadah bagi penulis untuk mengekspresikan pengalaman emosional yang mendalam.


### Tema dan Pesan Moral sebagai Ekspresi Ide Pengarang


Tema utama cerita ini adalah penerimaan diri dan penghargaan terhadap perbedaan. Si Cicak, melalui perjalanan emosionalnya, menyadari bahwa kebahagiaan tidak terletak pada upaya menjadi seperti orang lain, tetapi pada kesadaran dan penerimaan diri sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa Thobroni mengekspresikan pandangan bahwa membandingkan diri dengan orang lain, yang dapat menimbulkan rasa rendah diri atau kecemburuan, sebaiknya dihindari.


Abrams (1953) menekankan bahwa pendekatan ekspresi juga berkaitan dengan upaya memahami gagasan dan cita-cita yang diekspresikan oleh pengarang. Dalam cerita ini, ide tentang pentingnya menghargai kontribusi masing-masing individu dalam masyarakat diungkapkan melalui simbolisme tokoh Si Tokek dan Si Cicak. Tokoh-tokoh ini menggambarkan dua tipe individu: mereka yang berani menonjolkan diri dan mereka yang bekerja di balik layar. Thobroni seolah menyampaikan bahwa meskipun cara hidup seseorang berbeda, semua orang tetap memiliki peran penting.


### Gaya Bahasa sebagai Ekspresi Emosi


Gaya bahasa yang digunakan Muhammad Thobroni dalam cerita ini sederhana namun mengandung makna yang dalam. Wellek dan Warren (1956) menjelaskan bahwa bahasa dalam sastra bukan hanya sarana komunikasi, tetapi juga ekspresi artistik yang membawa muatan emosional dan imajinasi. Pemilihan kata-kata yang mudah dipahami, seperti "tokek" dan gerakan Si Cicak yang diam, memperkuat karakterisasi dan menciptakan kedalaman emosional yang dapat dirasakan oleh pembaca anak-anak. Penggunaan bahasa ini memungkinkan cerita untuk tidak hanya menghibur tetapi juga mengajarkan nilai-nilai kehidupan.


Misalnya, penggunaan suara "tokek" yang lantang mengekspresikan kepercayaan diri, sementara gerakan Si Cicak yang sembunyi-sembunyi menunjukkan sifat introspektif dan pemalu. Dengan cara ini, Thobroni berhasil menyampaikan perasaan tokoh-tokohnya kepada pembaca, sehingga emosi yang diekspresikan oleh karakter menjadi bagian dari pengalaman membaca.


### Kesimpulan


Pendekatan ekspresi sastra terhadap cerita anak *"Si Tokek dan Si Cicak"* karya Muhammad Thobroni memungkinkan pembaca untuk memahami karya ini sebagai ungkapan perasaan dan ide pengarang tentang penerimaan diri dan penghargaan terhadap keunikan individu. Penggambaran karakter, konflik, dan gaya bahasa mencerminkan pengalaman emosional yang dapat dirasakan oleh anak-anak, serta membawa pesan moral tentang pentingnya menghargai diri sendiri dan orang lain.


Landasan teoretis dari para ahli seperti Abrams (1953), Wellek dan Warren (1956), serta Wordsworth (1800) menunjukkan bahwa ekspresi sastra adalah bagian penting dari pemahaman karya sastra sebagai manifestasi emosional dan ide penulis. Cerita ini tidak hanya memberikan hiburan tetapi juga pelajaran penting bagi pembaca muda tentang penerimaan diri dan menghargai perbedaan, yang direfleksikan melalui ekspresi dan simbolisme karakter-karakternya.

Comments